PT Jakarta Perberat Vonis eks Pejabat Kemenkes dalam Kasus Korupsi APD Covid-19
Jakarta – Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memperberat hukuman terhadap mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) BS dalam perkara korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) Covid-19. Vonis BS dinaikkan dari 3 tahun penjara menjadi 4 tahun penjara.
Dalam putusannya, majelis hakim PT Jakarta menilai vonis Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sebelumnya belum mencerminkan rasa keadilan dan tidak sebanding dengan perbuatan terdakwa.
“Menyatakan Terdakwa Budi Sylvana terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dakwaan alternatif pertama. Menjatuhkan pidana penjara selama 4 (empat) tahun dan denda Rp 200 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar, diganti pidana kurungan selama 4 bulan,” demikian bunyi putusan majelis yang dikutip dari laman dandapala.com, Senin (4/8).
Putusan banding tersebut diketok oleh hakim ketua Tahsin dengan anggota Margareta Yulie Setyaningsih dan Agung Iswanto. Majelis menyatakan bahwa vonis sebelumnya tidak cukup adil dan perlu diperbaiki.
“Majelis tingkat banding berpendapat, putusan hakim tingkat pertama belum cukup adil dan seimbang dengan kesalahan terdakwa serta belum memenuhi rasa keadilan masyarakat. Oleh karena itu, putusan tersebut perlu dibatalkan dan diganti dengan yang lebih proporsional, agar memberikan efek jera serta kepastian hukum,” kata majelis hakim.
Vonis 4 tahun penjara ini sesuai dengan tuntutan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Rangkaian Dugaan Korupsi
Dalam perkara ini, BS dan beberapa pihak lain didakwa melakukan negosiasi harga pengadaan 170 ribu set APD tanpa surat pesanan (SP) dan dokumen pendukung pembayaran.
Jaksa menyebut para terdakwa juga menandatangani surat pesanan untuk 5 juta set APD, serta menerima pinjaman dana dari BNPB sebesar Rp10 miliar untuk membayar 170 ribu set APD tanpa SP resmi.
Selain itu, jaksa mengungkapkan bahwa pembayaran sebesar Rp 711 miliar untuk 1.010.000 set APD merek BOHO kepada PT PPM dan PT EKI dilakukan tanpa kelengkapan dokumen.
PT EKI sendiri disebut tidak memiliki izin penyalur alat kesehatan (IPAK), dan bersama PT PPM tidak menyerahkan bukti kewajaran harga kepada pejabat pembuat komitmen (PPK).
Jaksa juga menyebut bahwa terdakwa lain, yakni SW menerima keuntungan sebesar Rp59,98 miliar, sementara AT mendapat Rp224,1 miliar. Selain itu, PT Yoon Shin Jaya dan PT GA Indonesia turut menerima aliran dana masing-masing sebesar Rp25,2 miliar dan Rp14,6 miliar.
Berdasarkan Laporan Hasil Audit BPKP tertanggal 8 Juli 2024, kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp319,69 miliar. (Mh/Foto: Ist./Ilustrasi)
Discover more from RestorasiNews.com
Subscribe to get the latest posts sent to your email.
