Gaji Hakim Naik 280 Persen, Prof Binsar Gultom: Bukti Keseriusan Penegakan Hukum
Jakarta – Presiden ke 8 Republik Indonesia Prabowo Subianto akan menaikan gaji hakim dengan kenaikan tertinggi pada hakim paling junior sebesar 280 persen. Hal itu diungkapkan Prabowo Subianto pada pengukuhan hakim baru 1.451 orang di Jakarta pada Kamis (12/6) lalu.
Menanggapi rencana kenaikan gaji hakim tersebut Hakim Tinggi Jakarta Prof Binsar Gultom hadir secara live pada Program Acara Catatan Demokrasi TvOne, pada Selasa (17/6) malam.
Disamping itu juga hadir narasumber lainnya, yaitu mantan Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki, Mantan Hakim Agung Mahkamah Agung (MA) Prof Gayus Lumbuun, Guru Besar Universitas Indonesia (UI) Prof Harkristuti Harkrisnowo, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman.
Juga tampak hadir Praktisi Hukum Luhut Pangaribuan, dan Pakar Hukum Pidana Universitas Hasanuddin (UNHAS) Prof Said Karim.
Dilansir situs dandapala.com, Rabu (18/2), Binsar Gultom menyampaikan bahwa kenaikan gaji yang dimaksud bukan tunjangan hakim, akan tetapi gaji pokok.
“Sebagaimana disampaikan Presiden RI bahwa hakim yang junior akan naik 280 persen, bagi hakim paling junior golongan III/a yang sudah berkeluarga akan terima Rp3.119.984, apabila diasumsikan setelah kenaikan gaji tersebut menjadi Rp8.735.865,” ujarnya.
Ia melanjutkan, dan apabila ditambahkan dengan tunjangan jabatan maka hakim junior tersebut akan terima take home pay sebesar Rp20.633.865, yang sebelumnya berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 44 Tahun 2024 hanya terima take home pay RpRp 15.019.984. Jadi ada kenaikan Rp5.500.000.
Sedangkan untuk gaji pokok hakim senior golongan IV dengan masa kerja 32 tahun lebih, kata Binsar Gultom, diasumsikan setelah kenaikan gaji sebesar 280 persen jika ada tunjangan isteri dan 1 orang anak menjadi Rp19.986.355.
“Dan jika ditambahkan dengan tunjangan jabatan hakim untuk golongan hakim senior yaitu Hakim Utama atau Mayjen atau Laksda atau Marsda TNI Rp46.800.000 ditambah Rp19.986.355 sama dengan Rp66.786.355 (take home pay), yang sebelumnya berdasarkan PP Nomor 44 Tahun 2024 hanya terima Rp 53.937.984. Jadi ada kenaikan gaji pokok sebesar Rp12.848.371,” paparnya.
Ditambahkan oleh Binsar Gultom untuk mereka Pensiun Hakim tersisa menjadi 75 persen, maka gaji pokok pensiun hakim berkurang dari Rp19.986.355 dikalikan 25 persen menjadi terima sekitar Rp14.989.766 terhitung sejak tanggal disahkannya PP atau Keputusan Presiden (Keppres) yang mengatur tentang gaji pokok hakim tersebut.
Dan diharapkan, sambung Binsar, gaji pensiun ini bisa berlaku surut mulai berlaku pada awal tahun 2025, setidaknya berlaku sejak Prabowo dilantik menjadi Presiden pada bulan Oktober 2024.
Disisi lain, sambungnya, Ikatan Panitera Sekretaris Pengadilan Indonesia (IPASPI) sempat memberikan satu statement, bahwa usul sehebat apapun hakim menjatuhkan vonis apabila pelaksanaan adminitrasi dan eksekutorialnya macet maka hukum kehilangan makna substansi.
“Disitulah fungsi panitera dan Juru sita menjadi instrumental vital,” tegas Hakim Tinggi Jakarta tersebut.
Lebih lanjut, Binsar Gultom menyampaikan bahwa presiden mengatakan untuk pegawai lainnya harap bersabar. Sekiranya jangan terlalu lama sabarnya, sehingga tidak terjadi kecemburuan.
“Mereka juga mengatakan tunjangan jabatan Kepaniteraan saat ini relatif kecil, untuk yang paling junior Panitera Pengganti Pengadilan Kelas II sebesar Rp300.000,” harap Binsar.
Pria yang akrab disapa ‘Pak BG’ juga menyampaikan, bahwa godaan jadi hakim khususnya di kota besar cukup besar, jika tidak kuat-kuat iman.
“Sebenarnya hakim itu harus merupakan panggilan jiwa. Apabila mau jadi hakim harus ada panggilan jiwa. Uang sejumlah berapapun itu bukan jaminan, tetapi integritas moralnya harus kuat, itu kuncinya,” ungkapnya.
Binsar Gultom juga menyampaikan pesan Ketua MA yang disampaikan waktu pembinaan Pimpinan MA kepada para hakim sewilayah Jakarta beberapa waktu lalu.
“Supaya siapa pun yang diantara hakim melakukan tindak pidana maupun perbuatan tercela, mau sebesar Rp 100 ribu rupiah pun akan tetap diproses. Oleh karena, sangat diperlukan sekarang pengawasan yang ketat, baik dari Badan Pengawasan MA maupun Komisi Yudisial,” katanya.
Digarisbawahi oleh Binsar Gultom, bahwa sesungguhnya wewenang KY sebagaimana diatur dalam Pasal 13 huruf (b) Undng-Undang (UU) 18 Tahun 2011 adalah menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim.
“Oleh karena itu, diperlukan satu prinsip preventif, jangan setelah hakim itu tertangkap, atau ditahan baru sibuk melakukan pengawasan,” terangnya.
Binsar yang juga sebagai dosen diberbagai perguruan tinggi juga berharap, yang naik jangan hanya gaji pokok hakim, tetapi tunjangan hakim maupun kesejahteraan rumah dinas juga perlu diperhatikan.
Ditegaskannya hal ini juga harus didorong oleh KY, sebab dalam Pasal 20 ayat (2) UU 18 Tahun 2011. Menurutnya KY juga mempunyai tugas mengupayakan peningkatan kesejahteraan hakim.
“Saya melihat di dalam Pasal 20 ayat (3) UU KY, dalam rangka menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat, serta perilaku hakim, KY dapat meminta bantuan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penyadapan dan merekam pembicaraan dalam hal adanya dugaan pelanggaran kode etik dan atau pedoman perilaku hakim oleh hakim,” sambungnya.
Ia juga menegaskan, apabila ada hakim seperti itu berbuat, lebih bagus langsung dipanggil KY, supaya segera berhenti dari praktik suap atau korupsi tersebut.
”Sehingga hakim terkait tidak harus dipermalukan di depan publik. Inilah sebagai bukti KY harus mampu mengayomi hakim, menjaga marwah hakim dan pengadilan sesuai wewenangnya menurut Pasal 13 huruf (b) UU KY tersebut,” pungkas Prof Binsar Gultom. (Mh/Foto: Ilustrasi/Ist.)
*Berita/artikel diatas sebelumnya sudah ditayang di website dandapala.com pada Rabu, 18 Jun 2025 13:15 WIB.
Discover more from RestorasiNews.com
Subscribe to get the latest posts sent to your email.
